Tuesday, March 2, 2010

Etika

Anak saya yang pertama akan berusia 4 tahun pada bulan April mendatang. Sudah hampir setengah tahun ini dia belajar di TPA pada sore hari. Saya tidak memaksakan dia untuk melakukannya. Untuk sementara ini hal itu dilakukan agar dia memiliki kegiatan yang bermanfaat, disamping saya ingin dia belajar atau mengetahui tentang agamanya lebih awal. Sementara pada pagi hari, belum ada kegiatan rutin yang dilakukan. Karena itu, istri dan saya memutuskan agar dia didaftarkan ke Taman Kanak-Kanak. Ada beberapa TK yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Dari TK2 tersebut, ada beberapa catatan: Ada TK/Kelompok Bermain yang mensyaratkan pembayaran awal sebesar sekitar Rp. 6 juta dengan biaya perbulannya sekitar Rp. 300 ribu. TK tersebut memiliki bangunan permanen yang bagus, banyak memiliki mainan, guru kelas ada 2, model kelas berpindah2 dengan susunan bangku dan kursi yang tidak permanen, ada kolam renang. TK satunya lagi memberikan persyaratan pendaftaran sebesar Rp. 4 juta, dengan uang bulanan sekitar Rp. 300 ribu. TK berada agak jauh dari perumahan. Isteri cerita ketika anak kami di ajak ke sana, dia tidak mau pulang. Dia sangat menikmati mainan yang ada di sana dan dengan cepat berbaur dengan yang lain. TK tersebut terakreditasi A.

Ada beberapa TK lainnya yang dilihat yang menawarkan kelebihan masing-masing. Akhirnya saya memutuskan agar anak kami didaftarkan ke TK dekat rumah yang biasa-biasa saja. isteri akhirnya setuju meskipun sebelumnya keberatan dengan keputusan tersebut. Istri berpandangan bahwa anak harus disekolahkan di sekolah yang berkualitas dengan fasilitas yang memadai. Dia memberikan contoh anak-anak tetangga yang sudah bersekolah di TK dekat rumah, apabila bermain ke tempat kawannya yang lain tanpa segan-segan mengambil mainan yang ada di rumah kawannya tersebut. Sementara kawannya tersebut, karena disekolahkan di sekolah favorit dengan biaya mahal bisa berkelakuan baik.

Anak kami meniru kawan-kawannya yang lain, apabila bermain ke rumah tersebut tanpa segan2 mengambil mainan yang ada. Saya berargumentasi bahwa hal tersebut dilakukan karena mereka tidak tahu bahwa mengambil hak orang lain itu berarti perbuatan tercela, dan hal tersebut tergantung bagaimana orang tuanya mengarahkan anak-anaknya. Ketika bermain ke rumah saudara, anak kami melihat mobil-mobilan yang ada di bufet. Dia langsung mendekat dan mengambilnya. ketika ditegur bahwa perbuatan tersebut tidak bolah dilakukan dan barang tersebut harus dikembalikan, maka dia akhirnya mengembalikan dengan proses bujukan. Selanjutnya dia tidak lagi berani mengambil barang apa pun di rumah yang dikunjungi, kecuali ditawari untuk memegang atau bermain bersama kawan-kawannya.

Saya melihat bahwa peran orang tua sangat signifikan dalam menentukan arah perkembangan anak ke depan. Dengan bantuan guru-guru di sekolah melalui komunikasi orang tua dengan guru, meskipun anak bersekolah di TK biasa, akan dapat menumbuhkan pribadi yang kuat dari seorang anak, sekaligus beretika. Mudah-mudahan. Amin.

No comments: