Friday, March 26, 2010

Test masuk SD

Saya baru saja membaca berita di adelaidenow.com yang berjudul "Private schools to test applicants before granting entry". Sekolah dasar swasta di Australia sedang mempertimbangkan untuk melakukan tes masuk. Tentunya ada pro dan kontra mengenai hal tersebut.
Pihak yang pro mengatakan bahwa hal tersebut dilakukan bukan untuk "memasukkan" atau "mengeluarkan" siswa. Dengan diadakannya tes, guru akan bisa memahami tingkat kemampuan pendidikan, sosial dan kondisi si anak. Guru akan dapat memonitor perkembangan siswa sejak mereka masuk sekolah dan selama masa sekolah.
Pihak yang kontra mengatakan bahwa hal tersebut anti pendidikan karena mereka sudah memilah mana anak yang berhak masuk dan mana yang tidak dan tidak menghargai peran guru sebagai pembimbing.
Masing-masing pihak yang pro dan kontra mempunyai dasar berpijak dalam mengemukakan pendapatnya.
Saya belum tahu apakah pemerintah Indonesia membuat keputusan resmi atau tidak tentang tes masuk Sekolah Dasar Negeri. Yang saya tahu umumnya, sekolah dasar swasta dan negeri memberlakukan tes masuk bagi calon muridnya.
Saya tidak ingin memaksakan anak saya untuk bisa mengerjakan tes masuk sekolah dasar nantinya. Saya pikir nasibnya bukan ditentukan oleh subyektifitas suatu sekolah yang sudah berani menentukan pandai tidaknya seorang anak sejak anak itu menginjakkan kaki di sekolah itu. Belajar adalah proses dari manusia itu lahir sampai meninggal. Proses belajar tidak harus dilakukan di tempat tertentu. Banyak hal di dunia ini yang bisa dijadikan pembelajaran, tidak hanya di sekolah yang disebut "sekolah favorit".

Wednesday, March 17, 2010

different perspectives

Selama ini saya melihat tv yang menayangkan pria-pria yang berperilaku kewanita-wanitaan di sinetron atau acara-acara lainnya. Biasanya mereka menjadi bahan tertawaan atau untuk menimbulkan kelucuan, atau cuma membawakan acara gosip. Kenapa tidak ditampilkan pria yang kewanita-wanitaan itu membawakan acara yang sedikit "cerdas" seperti wawancara atau dialog yang dibuat menarik. Saya yakin banyak dari mereka, yang biasa tampil di tv atau yang tidak, yang memiliki kemampuan lebih dari sekedar sebagai penghibur bagi penontonnya.

Tuesday, March 2, 2010

Etika

Anak saya yang pertama akan berusia 4 tahun pada bulan April mendatang. Sudah hampir setengah tahun ini dia belajar di TPA pada sore hari. Saya tidak memaksakan dia untuk melakukannya. Untuk sementara ini hal itu dilakukan agar dia memiliki kegiatan yang bermanfaat, disamping saya ingin dia belajar atau mengetahui tentang agamanya lebih awal. Sementara pada pagi hari, belum ada kegiatan rutin yang dilakukan. Karena itu, istri dan saya memutuskan agar dia didaftarkan ke Taman Kanak-Kanak. Ada beberapa TK yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Dari TK2 tersebut, ada beberapa catatan: Ada TK/Kelompok Bermain yang mensyaratkan pembayaran awal sebesar sekitar Rp. 6 juta dengan biaya perbulannya sekitar Rp. 300 ribu. TK tersebut memiliki bangunan permanen yang bagus, banyak memiliki mainan, guru kelas ada 2, model kelas berpindah2 dengan susunan bangku dan kursi yang tidak permanen, ada kolam renang. TK satunya lagi memberikan persyaratan pendaftaran sebesar Rp. 4 juta, dengan uang bulanan sekitar Rp. 300 ribu. TK berada agak jauh dari perumahan. Isteri cerita ketika anak kami di ajak ke sana, dia tidak mau pulang. Dia sangat menikmati mainan yang ada di sana dan dengan cepat berbaur dengan yang lain. TK tersebut terakreditasi A.

Ada beberapa TK lainnya yang dilihat yang menawarkan kelebihan masing-masing. Akhirnya saya memutuskan agar anak kami didaftarkan ke TK dekat rumah yang biasa-biasa saja. isteri akhirnya setuju meskipun sebelumnya keberatan dengan keputusan tersebut. Istri berpandangan bahwa anak harus disekolahkan di sekolah yang berkualitas dengan fasilitas yang memadai. Dia memberikan contoh anak-anak tetangga yang sudah bersekolah di TK dekat rumah, apabila bermain ke tempat kawannya yang lain tanpa segan-segan mengambil mainan yang ada di rumah kawannya tersebut. Sementara kawannya tersebut, karena disekolahkan di sekolah favorit dengan biaya mahal bisa berkelakuan baik.

Anak kami meniru kawan-kawannya yang lain, apabila bermain ke rumah tersebut tanpa segan2 mengambil mainan yang ada. Saya berargumentasi bahwa hal tersebut dilakukan karena mereka tidak tahu bahwa mengambil hak orang lain itu berarti perbuatan tercela, dan hal tersebut tergantung bagaimana orang tuanya mengarahkan anak-anaknya. Ketika bermain ke rumah saudara, anak kami melihat mobil-mobilan yang ada di bufet. Dia langsung mendekat dan mengambilnya. ketika ditegur bahwa perbuatan tersebut tidak bolah dilakukan dan barang tersebut harus dikembalikan, maka dia akhirnya mengembalikan dengan proses bujukan. Selanjutnya dia tidak lagi berani mengambil barang apa pun di rumah yang dikunjungi, kecuali ditawari untuk memegang atau bermain bersama kawan-kawannya.

Saya melihat bahwa peran orang tua sangat signifikan dalam menentukan arah perkembangan anak ke depan. Dengan bantuan guru-guru di sekolah melalui komunikasi orang tua dengan guru, meskipun anak bersekolah di TK biasa, akan dapat menumbuhkan pribadi yang kuat dari seorang anak, sekaligus beretika. Mudah-mudahan. Amin.